Sunday 27 October 2013

ANALISIS KECEPATAN SUARA PADA MUSIM TIMUR, BARAT, PERALIHAN I DAN PERALIHAN II DI SAMUDERA HINDIA STASIUN DATA POINT 3006 WOD NOAA

A.          Kecepatan Suara
Kecepatan suara dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang menentukan pola pemancaran suara di dalam medium. Kecepatan suara bervariasi terhadap kedalaman, musim, posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu.  Di perairan dangkal dekat pantai, profil kecepatan suara cenderung tidak teratur dan sulit diprediksi.  Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam mempengaruhi kecepatan suara di dalam air laut adalah suhu, salinitas, dan tekanan.
Di dalam air laut, kecepatan gelombang suara mendekati 1.500 m/detik (umumnya berkisar 1.450 m/detik sampai dengan 1.550 m/detik, tergantung suhu, salinitas, dan tekanan). Secara sederhana pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi secara vertikal adalah sebagai berikut:
a.Lapisan tercampur, dimana kecepatan suara relatif konstan, biasanya ditemukan sampai kedalaman beberapa meter dari permukaan.
b. Surface channel, kecepatan suara meningkat jika dibandingkan pada saat berada di lapisan tercampur.
c.Termoklin, pada lapisan ini kecepatan suara akan menurun dengan bertambahnya kedalaman, karena biasanya suhu menurun secara drastis dalam kedalaman yang relatif dangkal pada lapisan ini. Termoklin dapat muncul secara musiman (jika dekat dengan permukaan) atau permanen.
d.   Deep channel, kecepatan suara pada lapisan ini mendekati minimum. Rata-rata kedalaman lapisan ini mulai dari beberapa ratus meter sampai 2000 m.
e.  Lapisan isothermal, pada lapisan ini suhu relatif konstan, kecepatan suara bertambah secara linear seiring bertambahnya kedalaman  karena pengaruh tekanan hidrostatis.

Namun pada umumnya kedalaman perairan berdasarkan kecepatan suara dibagi dalam 3 zona, yaitu :
a. Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan mendominasi faktor perubahan suhu
b. Zona 2 (termoklin) : Kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum kecepatan suara akibat terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan tekanan.
c. Zona 3 (deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan tekanan mendominasi kembali faktor perubahan suhu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suara di kolom perairan :
1.    Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter fisik dari air laut yang penting.  Di wilayah lintang sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air.  Suhu di daerah tropis pada wilayah permukaan laut berkisar 26-29oC yang dipengaruhi oleh musim.
Pada kondisi perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda  menimbulkan variasi kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang suara.  Perubahan suhu yang sangat cepat pada lapisan termoklin menyebabkan pembelokan gelombang suara yang tajam dan pada lapisan ini bertindak sebagai bidang pantul.  

2.
    Salinitas
Salinitas adalah jumlah zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut, dimana semua karbonat telah diubah menjadi oksida, bromide dan iodide diganti oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi sempurna.  Pada umumnya perairan laut lepas memiliki kadar salinitas 35 psu, yang berarti dalam 1 kg air laut mengandung elemen-elemen kimia terlarut seberat 35 gram.  Dimana komposisi air laut tersebut terdiri atas 3,5% elemen-elemen kimia terlarut dan 96,5% kandungan airnya.
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah lintang tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu paling faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air.  Distribusi  vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami nilai yang paling kecil pada kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu).  Di wilayah tropis nilai salinitas pada permukaan  berkisar 36-37 psu.  Salinitas maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200 m dekat dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37 psu.   Di daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan nilai 34,6-34,9 psu.  Salinitas di samudera seperti Atlantik, Pasifik, dan Hindia rata-rata 35 psu, di wilayah laut yang tertutup, nilai salitas rata-rata tidak jauh dari kisaran 35 psu tergantung dari penguapan yang terjadi.
3.    Lapisan Termoklin
Lapisan termoklin merupakan lapisan yang berada dalam kolom perairan di laut yang dimana pada lapisan ini mengalami perubahan suhu yang  drastis dengan lapisan yang berada dan di bawah  lapisan termoklin.  Di laut, termoklin seperti lapisan yang membagi antara lapisan pencampuran (mixing layer) dan lapisan dalam (deep layer).  Tergantung musim, garis lintang dan pengadukan oleh angin, lapisan ini bersifat semi permanen.  Faktor yang menentukan ketebalan lapisan ini di dalam suatu perairan seperti variasi cuaca musiman, lintang, kondisi lingkungan suatu tempat (pasang surut dan arus).
Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan kedalaman dan salinitas.  Pada daerah dimana terjadi penurunan suhu secara cepat inilah dinamakan lapisan termoklin.  Di laut terbuka, lapisan ini berkarakter sebagai gradient kecepatan suara negative dimana dapat memantulkan gelombang suara.  Secara teknik lapisan ini membendung dari impendansi akustik yang terputus-putus (diskontinu) yang tercipta dari perubahan densitas secara mendadak.  Karateristik yang unik inilah yang membuat pentingnya lapisan termoklin untuk diketahui, terutama dibidang pertahanan dan keamanan (kapal selam). Lapisan termoklin mempunyai karateristik mampu memantulkan dan membelokan gelombang suara yang datang.
4.    Kedalaman Perairan
Kedalaman mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya kedalaman, maka kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan kecepatan suara sebesar 0, 017 m/detik setiap kedalaman bertambah 1 meter.
Permukaan laut merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek yang sangat besar dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di perairan dangkal.  Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul suara yang nyaris sempurna.  Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat pantulan mendekati nol.
           
Kecepatan suara diperoleh dengan menggunakan rumus :
C = 1449,2 + 4,6T - 0,055T2 + 0,00029T3 + (1,34 - 0,010T)(S-35) - 0,016Z
dengan : C = Kecepatan suara (m/s)
               T = Suhu (oC)
               S = Salinitas (psu)
               Z = Kedalaman (m)
dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kecepatan suara di laut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman laut.


B.            Lokasi Penelitian

 Data dalam pembuatan grafik ini diambil dari nodc.noaa pada stasiun data poin 3006 yang terletak di perairan Samudera Hindia, Barat daya Negara India dengan posisi 10oLU – 0oLU dan 60oBT – 70oBT. Samudra Hindia, samudera terkecil di antara tiga samudera besar di dunia, terletak di sebelah utara antartika, disebelah selatan benua asia, dan di antara benua Afrika dan Australia. Luas Samudera Hindia sekitar 75 juta km², lebar sekitar 9.980 km, yang menyempit ke arah utara, kedalaman rata-rata 4000 m, dan kedalaman maksimum hampir 7600 m. Samudera hindia pada lokasi ini memiliki iklim tropis seperti Indonesia, terdapat musim timur, barat, peralihan 1 dan peralihan 2.

Text Box: Gambar 1. Lokasi Penelitian dalam Globe














Text Box: Gambar 2. Sebaran Data pada Lokasi Penelitian

C.          Hasil dan Pembahasan

Musim Peralihan I ( 5 Mei 2011)

Gambar 3. Grafik Salinitas, Temperatur dan Kecepatan Suara terhadap Kedalaman Musim Peralihan I ( 5 Mei 2011 )

Musim Timur ( 3 Juni 2007)
   
Gambar 4.  Grafik Salinitas, Temperatur dan Kecepatan Suara terhadap Kedalaman Musim Timur ( 3 Juni 2007 )

Musim Peralihan II ( 3 November 2004 )

Gambar 5. Grafik  Salinitas, Temperatur dan Kecepatan Suara terhadap Kedalaman Musim Peralihan II ( 3 November 2004)

Musim Barat ( 27 Februari 2010)

Gambar 6. Grafik Salinitas, Temperatur dan Kecepatan Suara terhadap Kedalaman Musim Barat ( 27 Februari 2010 )

 Data dalam pembuatan grafik ini diambil dari nodc.noaa pada stasiun data poin 3006 yaitu bagian dari perairan Samudera Hindia sebelah Barat Daya India pada tahun 2004, 2007, 2010 dan 2011. Grafik ini dibuat dengan bantuan sofware Ocean Data View (ODV).
Menurut Levitus (1982) Mix Layer Depth merupakan daerah dimana perubahan suhu setiap penambahan kedalaman dari permukaan adalah 0,5oC. Pada hasil penelitian melalui ODV ditunjukkan bahwa Mix Layer Depth pada keempat musim ini adalah pada 0-100 m. Pada daerah tersebut menunjukkan perubahan suhu yang cukup konstan sebelum menemui perubahan suhu yang cukup drastis yang biasa disebut dengan lapisan termoklin.
Pada keempat grafik menunjukkan bahwa salinitas bertambah pada daerah Mix Layed Depth  pada kedalaman sekitar 0-100 m dan terus bertambah setelah daerah Mix Layer Depth. Hal ini tidak sesuai dengan teori  yang mengatakan bahwa salinitas akan bertambah sesuai dengan bertambahnya kedalaman karena terjadi pengendapan di dasar laut. Setelah mengamati grafik bisa diambil kesimpulan bahwa salinitas di kedalaman 0m hampir sama dengan salinitas di lapisan depth layer. Salinitas semakin meningkat hingga sampai lapisan MLD terbawah dan membuat lapisan MLD terbawah yang berbatasan langsung dengan lapisan termoklin menjadi lapisan perairan yang paling tinggi salinitasnya. Semakin tinggi salinitas di suatu perairan maka semakin tinggi juga kecepatan suaranya. Hal ini dikarenakan kenaikan salinitas maka larutan semakin padat, sehingga tiap kenaikan salinitas akan meningkatkan cepat rambat bunyi. Meskipun tidak sebesar suhu, salinitas ini cukup berpengaruh. Salinitas di permukaan umumnya tinggi bekisar pada 34-36 psu, dan pada lapisan deep layer salinitas ini akan cukup stabil berkisar pada 35-35,2 psu.
Gambar 3, 4, 5 dan 6 menunjukkan bahwa grafik temperature di Samudera Hindia akan bergerak turun sesuai dengan bertambahnya kedalaman dan grafik kecepatan suara pun menunjukkan hal yang serupa yaitu grafik terus berkurang dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pada zona mix layer dan thermocline kecepatan suara menurun terhadap kedalaman, hal ini menunjukan bahwa suhu perairan berpengaruh dominan terhadap kecepatan suara, namun pada zona deep layer ketika suhu terus menurun terhadap kedalaman, sebaliknya terjadi pada kecepatan suara, pada zona deep layer ini kecepatan suara bertambah cepat terhadap kedalaman.
Dari grafik temperatur, salinitas dan kecepatan suara dari keempat musim dari point 3006 adalah zona mix layer kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan mendominasi faktor perubahan suhu dan yang terlihat adalah perubahan kecepatan suara tidak terlalu besar.  Selain itu, kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum kecepatan suara, hal itu terjadi akibat terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan tekanan. Dapat disimpulkan bahwa zona terjadi minimumnya kecepatan suara adalah di zona thermocline.
Setelah kecepatan suara sampai di zona minimum maka perlahan kecepatan suara kembali nail terhadap kedalaman. Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan tekanan mendominasi kembali kecepatan suara.

Amiroh Husna Utami
230210110071

REFERENSI
NOAA. 2013. National Oceanographic Data Center (NODC). National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). www.nodc.noaa.gov

Schlitzer, R., Ocean Data View, http://odv.awi.de, 2013
Abi Hamid, Mustofa. 2010. Mengenal Gelombang. 
http://mustofaabihamid.blogspot.com/2010/07/mengenal-gelombang.html


Hertikawati, wini. 2010. Temperatur terhadap kedalaman. http://winniehertikawati.blogspot.com/2010/05/ctd-conductivity-temperature-depth.html 

Tuesday 28 May 2013

DELTA SUNGAI TALLO, PULAU LAKKANG, SULAWESI SELATAN



Sungai Tallo adalah sungai yang membelah kota Makassar. Sungai ini bermuara di 2 kabupaten/kota antara Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, dan bermuara di Selat Makassar. Sungai ini memiliki panjang 10 km. Sungai Tallo di Kota Makassar merupakan sebuah sungai yang daerah muaranya sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut dan pada bagian dasar sungai tersebut letaknya lebih dalam dari pada muka laut sehingga mengakibatkan air asin dapat dijumpai di sepanjang kurang lebih 10 km. Sungai Tallo bisa ditelusuri dari hulu sampai kehilir maka akan terlihat aliran sungai yang berkelok-kelok dimana pada sisi kanan dan kiri ditumbuhi pohon nipa.

Pulau Lakkang secara administratif merupakan kawasan tersendiri, yaitu Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak di muara Sungai Tallo di tengah Kota Makassar. Daratan Lakkang disebut pulau karena diapit oleh Sungai Tallo dan Sungai Pampang. Terbentuk karena endapan sedimen selama ratusan tahun. Daratan ini adalah delta Sungai Tallo. Desa Lakkang ini memiliki luas 165 hektar dengan didominasi lahan tambahan seluas 122 hektare dipesisir sungai.

Delta sungai atau Kuala adalah endapan di muara sungai yang terletak di lautan terbuka, pantai, atau danau, sebagai akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut. Di delta Sungai Tallo ini banyak ditumbuhi pohon nipah. Nipah (Nypa fruticans Wurmb) adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan bakau, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut.
Dengan banyaknya pohon nipah ini menandakan bahwa jenis tanah di daerah Delta Sungai Tallo merupakan lumpur dengan sedikit pasir. Selain itu dengan adanya pohon nipah ini menandakan bahwa jenis airnya agak tawar sehingga pengaruh air sungai lebih besar daripada air lautnya. Sungai Tallo merupakan salah satu sungai besar di Makassar yang memiliki arus yang cukup deras, tidak mengherankan lagi apabila keadaan air di muara Sungi Tallo didominasi air tawar dibandingkan dengan air laut. Arus yang deras inilah yang menyebabkan banyaknya material yang terbawa ke muara Sungai Tallo dan mengendap menjadi delta Lakkang.
Sebaran sedimentasi daerah Kota Makassar terbentuk di sekitar Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang, yangmembentuk endapan delta dan tersebar mengikut pesisir pantai kota membentuk spit dan gundukan pulau. Proses sedimentasi ini menjadikan penampang sungai menjadi sempit, sehingga sangat mempengaruhi terjadinya limpasan air pada saat musim hujan kearah samping kiri/kanan sungai.
Proses sedimentasi sangat diperngaruhi oleh besarnya arus dan bentuk material sedimen tersebut. Salah satu yang mmpengaruhi besarnya arus adalah curah hujan. Tiga sungai besar di Makassar ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan khusunya Sungai Tallo. Curah hujan mengakibatkan derasnya arus sungai sehingga material sungai terbawa ke bagian muara dan terjadi sedimentasi, sedimentasi yang terjadi muara akan semakin banyak sehingga mengakibatkan air sungai meluap dan sering terjadi banjir.
Sungai ini berasal dari timur laut dari teluk Makassar  dan  sungai ini mengaliri gunung berhutan yang menggabungkan dari aktivitas penduduk, pertanian dan industri. Sungai Tallo mengalir di provinsi Sulawesi Selatan dan mendukung daerah tangkapan sekitar 27 km2. Sungai ini juga dipengaruhi oleh Variasi dari iklim monsoon lokal. Sungai Tallo menerima tingkat variabel curah hujan, mana sekitar 75-1230 mm pada musim kering dan hujan, masing-masing. masyarakat lokal menggunakan sungai untuk berbagai keperluan seperti air minum pasokan, pertanian dan irigasi perkebunan, air kolam pasokan,kebutuhan sehari-hari, nelayan dan industri.
Sebaran sedimen yang lain datang dari sungai Tallo dengan debit alir 143,07 liter/detik. Kecepatan sedimentasisungai Tallo yang bermuara di pelabuhan Paotere berkisar antara 29,6–76,1 cm dengan rata-rata kecepatansedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi,menimbulkan kecenderungan mengalami perubahan alur membentuk meander. Ditambah dengan kondisikemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, makakecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan Paotere, pemukiman termasuk KawasanIndustri Makassar.

Secara umum, nilai R2 pada kedua sub DAS sangat kecil yang berarti bahwa debit sungai yang terjadi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain selain curah hujan. R2 merupakan rata-rata curah hujn yang terjadi di suatu tempat. Curah hujan yang masuk dalam sistem DAS mengalami proses hidrologi yang panjang baik faktor vegetasi penutup lahan, topografi, dan jenis tanah untuk kemudian keluar dalam bentuk debit sungai.Penutupan lahan yang didominasi oleh hutan akan mengakibatkan air hujan yang jatuh di atasnya mengalami intersepsi, infiltrasi, dan perkolasi yang besar sehingga debit tidak terlalu besar ketika hujan dan tetap mengalir ketika tidak terjadi hujan. Sebagaimana dituliskan dalam Manan (1977) bahwa tanah hutan menyimpan air tanah lebih banyak dan menyebabkan tingginya infiltrasi kedalam tanah. Begitu pula dalam Soerjono (1978) bahwa pohon yang beraneka ragam dalam hutan, ada yang bersifat menahan air, menguapkan air, menahan aliran dan lain sebagainya.

Jenis tanah dystropept juga mendukung peningkatan debit sungai yang kecil ketika terjadi hujan. Jenis tanah ini merupakan tanah-tanah berkembang yang mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Jenis tanah dystropept dengan penutupan hutan yang luas semakin menghambat aliran air untuk sampai ke sungai.

Selain Sungai Tallo, Pulau Lakkang ini merupakan hasil endapan dari Sungai Pampang yang juga merupakan salah satu sungai besar di Makassar. Layaknya sungai besar, Sungai Pampang ini memiliki arus yang besar sehingga membawa sedimen-sedimen yang ada di sungai ke muara sungai dan bertemu dengan Sungai Tallo dan mengendap menjadi delta Lakkang.


Makassar baru-baru ini menjadi kota industri yang sedang berkembang sehingga banyak sekali industry-industri yang berdiri di sekitar Sungai Tallo. Banyaknya industri yang ada di kota ini menyebabkan limbah industry yang ada di sungai pun meningkat. Kadar Pb, Cu, Cd, Cr dan Hg semakin meningkat tidak diimbangi dengan penanganan limbah yang baik sehingga logam berat yang ada di Sungai Tallo pun terbawa ke bagian delta sungai. Pencemaran ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, jugapeningkatan bioakumulasi dari bahan beracun di jaring-jaring makanan.

Salah satu biota yang ada di daerah delta Sungai Tallo adalah mikroalga. Korelasi kuat antara
spesies
tertentu mikroalga menunjukkan bahwa beberapa mikroalga (misalnya Skeletonema costatum dan Nitzchia sp) memiliki kemampuan untuk mengikat dengan logam berat. Logam berat secara efektif mempercepat ion logam dalam air. Mereka juga menemukan bahwa ganggang hijau biru Spirulina sp merupakan mikroalga yang baik sebagai biosorben dari beberapa ion logam seperti Cr (III), Cd (II) yang Cu d (II) dari media solusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. A.K., Mushrifah, I., and Shuhaimi-Othman, M. 2009. Water quality and heavy metal concentrations in sediment of Sungai Kelantan, Kelantan, Malaysia

Arunakumara, K.K.I.U and Xuecheng, Z. 2008. Heavy metal bioaccumulation an toxicity with special
reference to microalgae. Journal Ocean University China

 Chojnacka Katarzyna. 2007. Bioaccumulation of Cr(III) ions by blue green algae Spirulina sp. Part I. A
comparison with biosorption. American Journal of Agricultural and Biological Science