Tuesday 28 May 2013

DELTA SUNGAI TALLO, PULAU LAKKANG, SULAWESI SELATAN



Sungai Tallo adalah sungai yang membelah kota Makassar. Sungai ini bermuara di 2 kabupaten/kota antara Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, dan bermuara di Selat Makassar. Sungai ini memiliki panjang 10 km. Sungai Tallo di Kota Makassar merupakan sebuah sungai yang daerah muaranya sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut dan pada bagian dasar sungai tersebut letaknya lebih dalam dari pada muka laut sehingga mengakibatkan air asin dapat dijumpai di sepanjang kurang lebih 10 km. Sungai Tallo bisa ditelusuri dari hulu sampai kehilir maka akan terlihat aliran sungai yang berkelok-kelok dimana pada sisi kanan dan kiri ditumbuhi pohon nipa.

Pulau Lakkang secara administratif merupakan kawasan tersendiri, yaitu Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Terletak di muara Sungai Tallo di tengah Kota Makassar. Daratan Lakkang disebut pulau karena diapit oleh Sungai Tallo dan Sungai Pampang. Terbentuk karena endapan sedimen selama ratusan tahun. Daratan ini adalah delta Sungai Tallo. Desa Lakkang ini memiliki luas 165 hektar dengan didominasi lahan tambahan seluas 122 hektare dipesisir sungai.

Delta sungai atau Kuala adalah endapan di muara sungai yang terletak di lautan terbuka, pantai, atau danau, sebagai akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut. Di delta Sungai Tallo ini banyak ditumbuhi pohon nipah. Nipah (Nypa fruticans Wurmb) adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan bakau, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut.
Dengan banyaknya pohon nipah ini menandakan bahwa jenis tanah di daerah Delta Sungai Tallo merupakan lumpur dengan sedikit pasir. Selain itu dengan adanya pohon nipah ini menandakan bahwa jenis airnya agak tawar sehingga pengaruh air sungai lebih besar daripada air lautnya. Sungai Tallo merupakan salah satu sungai besar di Makassar yang memiliki arus yang cukup deras, tidak mengherankan lagi apabila keadaan air di muara Sungi Tallo didominasi air tawar dibandingkan dengan air laut. Arus yang deras inilah yang menyebabkan banyaknya material yang terbawa ke muara Sungai Tallo dan mengendap menjadi delta Lakkang.
Sebaran sedimentasi daerah Kota Makassar terbentuk di sekitar Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang, yangmembentuk endapan delta dan tersebar mengikut pesisir pantai kota membentuk spit dan gundukan pulau. Proses sedimentasi ini menjadikan penampang sungai menjadi sempit, sehingga sangat mempengaruhi terjadinya limpasan air pada saat musim hujan kearah samping kiri/kanan sungai.
Proses sedimentasi sangat diperngaruhi oleh besarnya arus dan bentuk material sedimen tersebut. Salah satu yang mmpengaruhi besarnya arus adalah curah hujan. Tiga sungai besar di Makassar ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan khusunya Sungai Tallo. Curah hujan mengakibatkan derasnya arus sungai sehingga material sungai terbawa ke bagian muara dan terjadi sedimentasi, sedimentasi yang terjadi muara akan semakin banyak sehingga mengakibatkan air sungai meluap dan sering terjadi banjir.
Sungai ini berasal dari timur laut dari teluk Makassar  dan  sungai ini mengaliri gunung berhutan yang menggabungkan dari aktivitas penduduk, pertanian dan industri. Sungai Tallo mengalir di provinsi Sulawesi Selatan dan mendukung daerah tangkapan sekitar 27 km2. Sungai ini juga dipengaruhi oleh Variasi dari iklim monsoon lokal. Sungai Tallo menerima tingkat variabel curah hujan, mana sekitar 75-1230 mm pada musim kering dan hujan, masing-masing. masyarakat lokal menggunakan sungai untuk berbagai keperluan seperti air minum pasokan, pertanian dan irigasi perkebunan, air kolam pasokan,kebutuhan sehari-hari, nelayan dan industri.
Sebaran sedimen yang lain datang dari sungai Tallo dengan debit alir 143,07 liter/detik. Kecepatan sedimentasisungai Tallo yang bermuara di pelabuhan Paotere berkisar antara 29,6–76,1 cm dengan rata-rata kecepatansedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi,menimbulkan kecenderungan mengalami perubahan alur membentuk meander. Ditambah dengan kondisikemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, makakecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan Paotere, pemukiman termasuk KawasanIndustri Makassar.

Secara umum, nilai R2 pada kedua sub DAS sangat kecil yang berarti bahwa debit sungai yang terjadi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain selain curah hujan. R2 merupakan rata-rata curah hujn yang terjadi di suatu tempat. Curah hujan yang masuk dalam sistem DAS mengalami proses hidrologi yang panjang baik faktor vegetasi penutup lahan, topografi, dan jenis tanah untuk kemudian keluar dalam bentuk debit sungai.Penutupan lahan yang didominasi oleh hutan akan mengakibatkan air hujan yang jatuh di atasnya mengalami intersepsi, infiltrasi, dan perkolasi yang besar sehingga debit tidak terlalu besar ketika hujan dan tetap mengalir ketika tidak terjadi hujan. Sebagaimana dituliskan dalam Manan (1977) bahwa tanah hutan menyimpan air tanah lebih banyak dan menyebabkan tingginya infiltrasi kedalam tanah. Begitu pula dalam Soerjono (1978) bahwa pohon yang beraneka ragam dalam hutan, ada yang bersifat menahan air, menguapkan air, menahan aliran dan lain sebagainya.

Jenis tanah dystropept juga mendukung peningkatan debit sungai yang kecil ketika terjadi hujan. Jenis tanah ini merupakan tanah-tanah berkembang yang mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Jenis tanah dystropept dengan penutupan hutan yang luas semakin menghambat aliran air untuk sampai ke sungai.

Selain Sungai Tallo, Pulau Lakkang ini merupakan hasil endapan dari Sungai Pampang yang juga merupakan salah satu sungai besar di Makassar. Layaknya sungai besar, Sungai Pampang ini memiliki arus yang besar sehingga membawa sedimen-sedimen yang ada di sungai ke muara sungai dan bertemu dengan Sungai Tallo dan mengendap menjadi delta Lakkang.


Makassar baru-baru ini menjadi kota industri yang sedang berkembang sehingga banyak sekali industry-industri yang berdiri di sekitar Sungai Tallo. Banyaknya industri yang ada di kota ini menyebabkan limbah industry yang ada di sungai pun meningkat. Kadar Pb, Cu, Cd, Cr dan Hg semakin meningkat tidak diimbangi dengan penanganan limbah yang baik sehingga logam berat yang ada di Sungai Tallo pun terbawa ke bagian delta sungai. Pencemaran ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, jugapeningkatan bioakumulasi dari bahan beracun di jaring-jaring makanan.

Salah satu biota yang ada di daerah delta Sungai Tallo adalah mikroalga. Korelasi kuat antara
spesies
tertentu mikroalga menunjukkan bahwa beberapa mikroalga (misalnya Skeletonema costatum dan Nitzchia sp) memiliki kemampuan untuk mengikat dengan logam berat. Logam berat secara efektif mempercepat ion logam dalam air. Mereka juga menemukan bahwa ganggang hijau biru Spirulina sp merupakan mikroalga yang baik sebagai biosorben dari beberapa ion logam seperti Cr (III), Cd (II) yang Cu d (II) dari media solusi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. A.K., Mushrifah, I., and Shuhaimi-Othman, M. 2009. Water quality and heavy metal concentrations in sediment of Sungai Kelantan, Kelantan, Malaysia

Arunakumara, K.K.I.U and Xuecheng, Z. 2008. Heavy metal bioaccumulation an toxicity with special
reference to microalgae. Journal Ocean University China

 Chojnacka Katarzyna. 2007. Bioaccumulation of Cr(III) ions by blue green algae Spirulina sp. Part I. A
comparison with biosorption. American Journal of Agricultural and Biological Science

Tuesday 14 May 2013

MARINE BOUNDARIES INDONESIA – AUSTRALIA




Indonesia - Australia
http://austeaparty.com.au/web/indonesias-australian-solution/


What
Perbatasan Australia-Indonesia adalah batas maritim dari tripoint kedua negara maritim dengan batas Papua Nugini di pintu masuk barat ke Selat Torres melalui Laut Arafura dan Laut Timor dan berakhir di Samudera Hindia. Perbatasan maritime keuda Negara ini  terganggu oleh " Celah Timor ", di mana Australia dan perairan Timur Timor bertemu sehingga menyebabkan adanya tumpang tindih klaim Negara Indonesia, Timor Leste dan Australia. Australia dan Indonesia juga berbagi perbatasan maritim umum di Samudera Hindia antara wilayah luar negeri Australia dari Pulau Christmas dan pulau Jawa Indonesia.

Where
Batas dipisahkan menjadi tiga segmen. Yang pertama adalah tripoint antara Australia - Indonesia - Papua Nugini pada 10 ° 50 'S, 139 ° 12' E, dan titik apakah wilayah perairan kedua negara menyentuh batas timur wilayah perairan yang diklaim oleh Timor Leste pada 9 ° 28 'S, 127 ° 56' E. Segmen kedua ada di barat titik di mana wilayah perairan kedua negara menyentuh batas barat wilayah perairan, Timor Timur mengklaim pada 10 ° 28 'S, 126 ° 00' E , sampai 13 ° 05 '27,0 "S, 118 ° 10' 08.9" E di Samudera Hindia. Yang ketiga adalah antara wilayah eksternal Australia Pulau Christmas dan pulau Indonesia Jawa, di Samudera Hindia.

When  & Who
Perjanjian ini dan mendirikan bagian barat perbatasan serta bahwa antara Pulau Christmas dan Jawa, yang ditandatangani pada tahun 1997, namun belum diratifikasi dan tidak berlaku.
Persetujuan antara Pemerintah Commonwealth of Australia dan Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Batas Dasar Laut Tertentu ditandatangani di Canberra pada 18 Mei 1971 yang menghasilkam batas dasar laut segmen timur (serta batas maritim Indonesia dengan Papua Nugini di Selat Torres) sedangkan Persetujuan antara Pemerintah Commonwealth of Australia dan Pemerintah Republik Indonesia menetapkan batas-batas dasar laut tertentu di daerah Timor dan Laut Arafura. Tambahan Perjanjian 18 Mei 1971 yang ditandatangani di Jakarta pada 9 Oktober 1972 menandai sisa segmen timur dan sebagian dari segmen barat batas dasar laut. Perjanjian ketiga, Perjanjian antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Batas Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas Dasar Laut Tertentu  dikenal sebagai Australia-Indonesia Maritime Delimitasi Treaty yang ditandatangani di Perth pada 14 Maret 1997. Hasil dari perjanjian ini adalah memperjanjang segmen barat batas dasar laut ke titik penghentian di Samudera Hindia.
Dasar untuk menetapkan batas pada tahun 1971 dan 1972 perjanjian adalah " perpanjangan alami "dari fisik landas kontinen . Hal ini mengakibatkan batas signifikan utara dari garis tengah antara pantai Australia dan Indonesia, sehingga menguntungkan Australia dalam hal pembagian kepemilikan dasar laut. 
Why
Karena amandemen yang menyatakan kemerdekaan Timor Timur pada tahun 1997, kesepakatan antara kedua pihak sempat tertunda. Pandangan bahwa perpanjangan alami masih relevan untuk menentukan kedaulatan dasar laut. Hal ini mengakibatkan perlakuan terpisah pembentukan batas dasar laut dan untuk kolom air, atau pada dasarnya, pemisahan landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif batas bawah.
How
Kemerdekaan Timor Leste pada 20 Mei 2002 dapat mengakibatkan perubahan dalam perbatasan Australia-Indonesia dekat Celah Timor yang didirikan oleh tiga perjanjian. Ketentuan perjanjian 1997 pada hal-hal mengenai Celah Timor - seperti menegaskan kembali Perjanjian Celah Timor antara Australia dan Indonesia dan gambar dari batas kolom air melalui bidang pengembangan bersama - tidak lagi berlaku dengan Timor Leste menjadi subjek yang berhak dari zona ekonomi eksklusif dan dasar laut di daerah tersebut. Selanjutnya, "Timor Gap poin terminal" didirikan dari hasil perjanjian tahun 1972, pada Poin A16 dan A17, mungkin harus dinegosiasi ulang oleh Australia, Timor Timur dan Indonesia. Timor Timur memungkinkan memiliki dasar untuk mencari "lebih luas" Celah Timor daripada awalnya diberikan oleh Australia dan Indonesia.